BAY‘AH: IDEOLOGI PEMERSATU DAN NEGOSIASI MASYARAKAT DI RUANG PUBLIK

Authors

  • Dedi Sumardi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

DOI:

https://doi.org/10.20414/ijhi.v16i1.16

Keywords:

Bai’at, Negosiasi, Masyarakat, Keragaman

Abstract

Abstract: This article aims to analyse the rise of bay‘a. It is often perceived of
the seed of early civilised society after passing through a series of negotiation
involving primordial and territorial interests. Theoretically, ba‘ya is a form of
relationship between religion and the state that integrate citizens regardless
their race, ethnicity and colour in a public space. This article argues that Islam
appears to be the pioneer of the concept of unity in public space, which was
always in a state of competition leading to tensions and conflicts on the ground
of primordial identities. The bay‘a was exactly a response to such tension
on public space. It promotes “awareness of plurality” to combat horizontal
conflict between race and ethics. In the global context, this awareness is part
of the argument of legal pluralism to analyse several primordial interests,
and also to prevent social conflict. So, plural identities can be unified by Islam
through bay‘a as a concept whose realization is able to unify plural society in
public domains.

Abstrak: Artikel ini bertujuan menganalisis munculnya konsep bay‘ah
sebagai cikal bakal terbentuknya masyarakat berperadaban setelah melalui
proses negosiasi yang sarat dengan berbagai kepentingan primordial dan
teritorial.Secara empiris, bay‘ah adalah bentuk lain dari hubungan agama
dan pemerintahan-untuk tidak menyamakan- dengan istilah negara modern
memberi insiprasi untuk menangkap sekat-sekat yang terpisah oleh hubungan
emosional didasarkan oleh ras, suku maupun warna kulit. Tulisan ini
berpendapat bahwa Islam tampil sebagai pencetus konsep pemersatu di ruang
publik khususnya kepada masyarakat yang senantiasa mengusung identitas
sektoral dan primordial. Konsep bay‘ah tidak terlepas dari adanya ”kesadaran
terhadap keberagaman” dalam mengakhiri konflik horizontal antar sesama suku dan etnis. Dalam konteks global ”kesadaran keberagaman” adalah bagian
dari argumen pluralisme hukum dalam menganalisis berbagai kepentingan
primordial untuk menghindari terjadinya konflik sosial, sehingga keragaman
identitas berhasil disatukan oleh Islam dalam satu ideologi pemersatu
masyarakat di ruang publik yang diterima semua komunitas.

Downloads

Published

2017-06-01

Issue

Section

Articles